Welcome to Cerita Sobrina

Monday, December 15, 2014

Mencintai


Tuhanku, aku masih ingat pertama aku belajar mencintaiMu. Lembar demi lembar kitabMu kupelajari. Untai demi untai kata para ustadz kuresapi. Tentang cinta para nabi, tentang kasih para shahabat, tentang mahabbah para sufi, tentang kerinduan para syuhada. Semua itu lalu kutanam dalam-dalam pada jiwaku, kutumbuhkan dalam mimpi-mimpi dan idealisme yang mengawang tinggi di awan.

Tapi Rabbii, berbilang detik, menit, jam, hari, pekan, bulan dan tahun berlalu, aku berusaha mencintaiMu dengan cinta yang paling utama. Tapi aku masih tak menemukan cinta tertinggi untukMu. Gelisahku makin membadai dalam cinta yang mengawang, sedang kakiku mengambang tiada menjejak bumi, hingga aku terhempas dalam jurang dan kegelapan.

Wahai Ilahi, berbilang detik, menit, jam, hari, pekan, bulan dan tahun berlalu, aku mencoba merangkak, menggapai permukaan bumi dan menegakkan jiwaku kembali, meratap, memohon dan menghibaMu:  Allahu Rahiim, Ilaahi Rabbii, perkenankanlah aku mencintaiMu, semampuku.  Allahu Rahmaan, Ilaahi Rabii, perkenankanlah aku mencintaiMu sebisaku, dengan segala kelemahanku.

Ilaahi, aku tak sanggup mencintaiMu dengan kesabaran menanggung derita, seumpama Nabi Ayyub, Musa, Isa hingga Al musthafa. Karena itu izinkan diriku mencintaiMu melalui keluh kesah pengaduanku padaMu atas derita batin dan jasadku, atas sakit dan ketakutanku.

Rabbii, aku tak sanggup mencintaiMu seperti Abu bakar, yang menyedekahkan seluruh hartanya dan hanya meninggalkan Engkau dan RasulMu bagi diri dan keluarga. Atau layaknya Umar yang menyerahkan separo harta demi jihad. Atau Utsman yang menyerahkan 1000 ekor kuda untuk syiarkan dienMu. Izinkan aku mencintaiMu, melalui seratus-dua ratus rupiah yang terulur pada tangan-tangan kecil di perempatan jalan, pada wanita-wanita tua yang menadahkan tangan di pojok-pojok jembatan. Pada makanan sederhana yang terkirim ke handai taulan. Aku tak sanggup mencintaiMu dengan khusyuknya shalat salah seorang shahabat NabiMu hingga tiada terasa anak panah musuh terhunjam di kakinya. Perkenankan aku tertatih menggapai cintaMu dalam shalat yang coba kudirikan terbata-bata, meski ingatan kadang melayang ke berbagai permasalahan dunia.

Robbii, aku tak dapat beribadah ala para sufi dan rahib, yang membaktikan seluruh malamnya untuk bercinta denganMu. Namun izinkanlah aku mencintaimu dalam satu-dua rekaat lailku. Dalam satu dua sunnah nafilahku. Dalam desah napas kepasrahan tidurku.

Allaahu Yaa Karim yang Maharahmaan dan Maharahiim, Aku tak sanggup mencintaiMu bagai para al hafidz dan hafidzah, yang menuntaskan kalamMu dalam satu putaran malam. Perkenankan aku mencintaiMu, melalui selembar dua lembar tilawah harianku. Lewat lantunan seayat dua ayat hafalanku. Aku tak sanggup mencintaiMu semisal Sumayyah, yang mempersembahkan jiwa demi tegaknya DienMu, seperti para syuhada yang menggadaikan dirinya dalam jihadnya bagiMu. Perkenankan aku mencintaiMu dengan mempersembahkan sedikit bakti dan pengorbanan untuk dakwahMu. Izinkanlah aku mencintaiMu dengan sedikit pengajaran bagi tumbuhnya generasi baru. Aku tak sanggup mencintaiMu di atas segalanya, bagai Ibrahim yang rela tinggalkan putra dan zaujahnya, dan patuh mengorbankan pemuda biji matanya. Izinkan aku mencintaiMu di dalam segalanya; mencintaiMu dengan cara mencintai RasulMu, Ayah, Ibu dan keluargaku, mencintai sahabat-sahabatku, mencintai manusia dan alam semesta.

Allaahu Rahmaanurrahiim, Ilaahi Rabbii, perkenankan aku mencintaiMu semampuku, agar cinta itu mengalun dalam jiwa, agar cinta ini mengalir di sepanjang nadiku. Sampai engkau lepaskan desahan nafas dari ragaku.

Ilahi, Engkau ciptakan aku dengan bentuk sempurna. Aku menikmati indahnya hidup dan berjalan, memandang dunia. Bentuk sempurna ini banyak kusia-siakan. Jalanku tak terarah, padahal petunjukMu telah nyata. Pandanganku tak terhijab, sementara mata ini nanti dihisab. Islam kuletakkan di sakuku. Ajaran yang paripurna dan sempurna kupilah-pilah, seolah-olah ada jalan lain kembali padaMu selain syurga dan neraka. Aku yang hina, masih adakah jalan itu bagiku? Kau ciptakan aku dengan fitrah IslamMu. Kunikmati indahnya Islam. Sedih, senang, pahit, manis, gembira, dan sengsara, semuanya terasa indah.

Tuhan, aku malu kepadaMu. Aku tahu aku salah. Aku tahu aku banyak dosa. Tapi aku masih bisa tertawa. Bahkan tak pernah menangis dihadapanMu. Aku tahu, Fardhu apapun bentuknya: 'Ayn, Kifayah, sunnah dan semuanya, adalah perintahmu juga. Tapi aku masih memilah-milah. Shalat kujalani, tapi kenapa berkerudung dan berjilbab, berdakwah, aku enggan. Padahal aku tahu itu juga perintahMu! Shaum senin-kamis, bahkan shaum Nabi Daud pun kulakoni. Tapi kenapa aku malas berjuang demi tegaknya hukum-hukum Islam? Aku Malu, ternyata masih ada nilai lain yang aku cari dalam hidup ini, padahal perintah dan laranganMu seharusnya jadi poros hidupku.

Tuhanku, mencintaiMu seluruh jiwaku, di dalam rongga-rongga dadaku yang tak rapat, kucari engkau, kutelusuri air dan darah dalam tubuhku yang mengalir, kusatukan ritme-ritme gelombang agar kudengar bisikan ayat-ayatmu yang indah dan tegas, kupaterikan dalam dalam agar sang malaikat mendengar lidahku sejujurnya dan kepahaman hatiku hanya untukMu. Ingin selalu seluruh jiwaku hanya untuk mencintaimu, . jauh dari rasa dengki, dendam, benci, culas, fitnah, mendirikan shalat dan bersedekah hanya karenaMu.

Ya Allah, jangan silaukan hamba dengan fatamorgana kehidupan ini, seolah kehidupan sudah final di ujung kemapanan hidup hamba, seolah persoalan sudah purna di ujung terpenuhinya hajat hidup hamba sekeluarga, seolah hidup sudah cukup selesai dengan senangnya hati hamba, seolah hamba sudah cukup sholeh dengan mengingatmu sehari lima waktu. Jika airmta kami adalah cucuran penyesalan, maka linangkanlah tangisan ini hanya untuk berserah diri kepadaMu.

“Ya muqollibul qulub, tsabit qolbiy 'ala dinika wa ‘ala tho’atika” (Wahai zat yang dengan leluasa mampu membolakbalikkan hati, tetapkan hatiku dalam agamaMu dan ketaatan padaMu).

-------------- 
Dicuplik dari berbagai sumber

Catatan : alm. Islisyah Asman

Penyakit Degeneratif


Penyakit Degeneratif adalah penyakit non infeksi yang disebabkan oleh menurunnya fungsi pada sel, jaringan dan organ, yang sejalan dengan bertambahnya usia manusia.  Kini penyakit ini sudah menyerang manusia yang berusia 40 tahunan.  Bahkan pada usia di bawah 40 tahun.  Dahulu penyakit ini mulai penyerang manusia pada usia 60 tahunan.  

Salah satu penyebab munculnya penyakit ini adalah pola makan yang tidak seimbang.  Para praktisi medis menyebutkan bahwa ada sekitar 50 jenis penyakit degeneratif. Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit degeneratif antara lain diabetes melitus tipe 2, stroke, hipertensi, penyakit kardiovaskular, dislipidemia dan lain-lain.

Mensiasati Menghindarinya

Cara efektif menghindari berbagai penyakit secara umum adalah melakukan pola hidup sehat. Kebiasaan pola hidup sehat dimulai dari kebiasaan kecil.  Penyakit Degeneratif ini disiasati dengan 3 (tiga) pola, yaitu:

1.  Mengkonsumsi Makanan Tertentu, misalnya memakan minyak dari Biji Matahari, dan atau mencampurkan Tepung Beras Merah ke dalam sarapan pagi.  Kasus sembelit yang umum diderita orang diabetes, dapat diatasi dengan mengonsumsi biji bunga Matahari.  Biji bunga matahari yang umumnya dikemas dengan seratnya, dan merupakan sumber protein yang baik.  Biji Matahari tanpa garam, ia aman dikonsumsi bagi penderita tekanan darah tinggi.  Biji bunga matahari terbukti membantu menurunkan kolesterol.  Selain mengonsumsi biji bunga matahari, sebaiknya juga disertai makanan sehat lainnya.  Misalnya tepung beras merah.

2.  Berusaha Mengurangi Porsi Makanan.  Cara mudah melakukannya adalah dengan menggunakan piring yang lebih kecil, tetapi tidak tergoda untuk tambah makanan meski belum kenyang.

Penelitian membuktikan bahwa piring besar membuat cenderung makan lebih banyak.  Piring kecil adalah upaya mengontrol porsi makan.  Dengan demikian, ini menghindari kondisi gemuk, juga terhindar dari berbagai penyakit degeneratif. Obesitas menaikkan risiko menderita penyakit degeneratif.

3.  Berfikir Positif.  Fokus memikirkan hal negatif membuat seseorang merasa gelisah atau cemas.  Ini merugikan kesehatan seseorang.  Menghindari kecemasan dan kegelisahan (stres) dan tidak ada salahnya untuk berpikir positif, adalah salah satu pola hidup sehat.

4.  Berlatih pernafasan.  Teknik pernafasan ternyata mampu meredakan kecemasan.  Stres dapat memperburuk kondisi penyakit degeneratif. Meredakan kegelisahan, kecemasan, atau stres dapat dilakukan dengan teknik pernapasan. Teknik pernapasan tersebut dapat dilakukan dengan banyak cara, antara lain:

a. Tarik napas perlahan melalui hidung selama 4 hitungan.
b. Tahan selama 7 hitungan.
c. Buang napas melalui mulut selama 8 hitungan.
d.  Atau, tarik nafas perlahan lewat hidung sampai ke batas yang disanggupi tubuh, pada ujung batas tersebut lalu nafas dihembuskan perlahan melalui mulut.  Lakukan berulang-ulang selama 1 sampai lima menit, 2 (kali) dalam sehari (pagi dan sore hari).

Cinta pada Sisa Zaman



Zaman meninggalkan bayangan
memojokkan imajinasi
nyata semunya dan membosankan.

Cinta pudarkan isyarat salam samar
dibenarkan dan dikabarkan burung fajar dan cenayang
seperti keberadaan lautan tak terjabarkan.

Persatuan digalang
silang waktu tak terulang
membujurkan cara pandang terbalik.

Perbedaan, sama yang tak sama, bijak harus memang bijak
rindu terserah nurani tak berpihak
cinta sangkut pada sisa zaman.

By : alm. Om Islisyah Asman 

Mahkota Sang Bidadari




“Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik, sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Al-Waaqiah [56] : 22-24)
Seruni Aqila Al-Haq
Orang tuaku beharap kelak aku menjadi wanita yang selalu menyampaikan kebenaran dan tumbuh seperti bunga seruni, yang dicintai banyak orang dan bermanfaat bagi orang banyak. Aku seorang muslimah, aku seorang muslimah yang terlahir untuk membuktikan bahwa agamaku benar, agamaku sempurna, dan aku pun terlahir untuk memberikan hidupku kepada Sang Pencipta dengan beribadah kepada-Nya.
Agustus silam…
Aku seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi, berada sendiri disini tanpa kerabat membuatku harus istiqomah dengan identitasku. Wajib hukumnya bagi seorang muslimah menutup aurat, seperti dalam Al-Qur’an surah Al- Ahzab 59 “ Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin, “ Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak di ganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”  
Bulan ini adalah masa orientasi mahasiswa baru, dengan segudang tugas dari senior aku pun harus menjalankan apa yang diperintah senior. Namun hal pertama yang aku lirik adalah pakaian yang harus di gunakan yakni kemeja putih dengan rok hitam serta ikat pinggang. Aku sedari dulu terbiasa menggunakan gamis, awalnya karena tuntutan sekolahku yang memang berbasis Islamic School namun, semakin aku beranjak dewasa aku menyadari bahwa gamis (jilbab) merupakan pakaian wajib muslimah. Bismillah Allah bersamaku, aku yakin! Akhirnya agar tetap mengikuti peraturan kampus dan peraturan Allah, aku membawa kemeja putih dan rok hitam ke penjahit “Bu, tolong disambung ya kemeja sama rok nya, tapi jangan dirubah biar terlihat seperti potongan dan atasan” pintaku. Masa orientasi pun sudah berlalu, kini aku sudah resmi menjadi seorang mahasiswi jurusan Fisioterapi. Jurusan yang mana akan ada banyak praktek dan latihan dengan gerak tubuh.
Beberapa bulan kemudian Himpunan Mahasiswa Program studi Fisioterapi mengadakan kegiatan Malam Keakraban, yang mana peserta diminta untuk membawa pakaian olahraga untuk kegiatan outbound. Lagi-lagi aku pun harus mengakalinya, aku tetap tenang di tengah kegalauan yang melanda, apakah aku akan menanggalkan gamisku untuk outbound? Bismillah Allah bersamaku, aku yakin! Akhirnya aku memasukkan gamisku yang cukup lebar sehingga aku dapat bergerak leluasa. Pagi itu teman-temanku sudah berganti pakaian olahraga, aku pun demikian. Mereka semua mengenakan celana, hanya aku yang terbungkus rapi dengan gamisku, jantungku berdebar-debar, otakku menstimulus rasa tidak percaya diri. “ Ayooo, kamu bisa” ucapku lirih menyemangati diri sendiri. Hingga seorang panitia menghampiriku
“ Kamu belum ganti pakaian olahraga? Kita mau outbound” ucapnya
“ Saya izin pakai pakaian ini ya kak” ucapku bergetar
Alhamdulillah panitia itu hanya tersenyum seraya mengangguk. “ Terima kasih Ya Allah” batinku
Di pos 5 rupanya peserta harus melewati tantangan untuk mencari kertas di atas bukit yang terjal, salah seorang teman sekelompokku menatapku ragu. Aku hanya tersenyum seraya berkata “ Tenang aja aku udah biasa daki gunung pakai pakaian seperti ini”. Akhirnya ia tersenyum mengangguk seraya menyemangatiku. Aku berlari, memanjat, dan menaiki setiap undakan bukit nan tinggi. Gamis yang membalut tubuhku tidak menghalangi langkahku, aku pun menjaga agar gamisku tidak tersingkap tinggi walaupun aku mengenakan celana panjang. “ Berhasil! Kelompokku menjadi pemenangnya”. Rangkaian acara berjalan dengan lancar, pun dengan hatiku. Ada seberkas rasa bahagia dan bangga yang menyelimutiku. “ Ya Allah hamba-Mu ini akan istiqomah dengan identitasnya, berilah kekuatan hamba-Mu ini”.
Aku sudah beradaptasi dengan lingkungan baruku, teman-temanku memang mengenakan penutup kepala (kerudung) namun, banyak dari mereka yang belum mengenakan gamis. Mereka adalah orang-orang yang fashionable, mengikuti trend kini. Bahkan terkadang aku iri melihat mereka yang modis walaupun tidak syar’i, tapi segera ku tepis pikiranku. Aku lebih bangga dengan pakaianku, aku bangga menjadi muslimah di semesta ini. Banyak kegiatan yang menuntutku untuk mengenakan potongan atasan-bawahan namun aku pun selalu mengakalinya dengan menyambung pakainku.
Aku dikenal sebagai seorang mahasiswi supel dan aktif. Aku ikut beberapa organisasi,namun akademikku pun tetap baik, walaupun terkadang banyak orang yang berbisik melihatku selalu mengenakan gamis. Karena sifatku seiring berjalannya waktu aku memiliki banyak teman, tidak hanya dari jurusanku namun dari berbagai jurusan. Aku selalu menanamkan dalam diriku “Take a great principle to get a best truth”.
___SSS___
“Islam dulu datang dalam keadaan aneh, dan suatu saat Islam itu akan dianggap aneh. Maka berbahagialah orang yang dianggap aneh tersebut, yakni orang yang melakukan perbaikan di tengah kondisi yang rusak” (HR.Muslim)

Tuesday, June 17, 2014

Ya Allah…
Terima kasih untuk hidung yang masih dapat menghirup udara ini.
Terima kasih atas mata yang tetap dapat melihat keindahan cipataan-Mu.
Terima kasih untuk telinga yang masih dapat mendengar kumandang-Mu.
Terima kasih untuk tangan yang masih bisa mengangkat untuk berdoa kepada-Mu.
Terima kasih untuk kaki yang masih isa melangkah menuju jalan-Mu.
Terima kasih untuk jari yang masih bisa berdzikir kepada-Mu.
Terima kasih untuk mulut yang masih bisa bertasbih menyebut asma-Mu.
Terima kasih untuk setiap cobaan yang semakin mendekatkanku kepada-Mu.
Terima kasih untuk nikmat yang membuat tak henti bersyukur kepada-Mu.
Terima kasih untuk hati yang senantiasa lapang.
Terima kasih untuk keikhlasan yang senantiasa memaafkan.
Terima kasih untuk kesabaran yang tak henti dalam perjuangan.
Terima kasih untuk kekuatan yang terus menjagaku dari kelemahan.
Terima kasih untuk keluarga yang senantiasa membingku menuju ke jalan-Mu.
Terima kasih untuk ilmu yang membuatku tumbuh dalam perkembangan.
Terima kasih untuk segala yang tak pernah kusadari hingga aku lupa menyebutkannya kepada-Mu.
Dan yang terpenting, terima kasih untuk keimanan yang menguatkan langkah kakiku untuk meraih ridho dan Syurga-Mu.
Orang yang lemah tidak akan pernah bisa memaafkan. Memaafkan adalah atribut yang hanya dimiliki mereka yang kuat.

Pelajaran Kehidupan #2

Setiap manusia tentu akan merasakan posisi dimana ia tak mampu lagi menahan beban masalah yg dimilikinya. Cobaan demi cobaan akan hadir tanpa henti, hingga akhirnya ia ada pada ambang ketidakmampuan. Bagiku, setiap cobaan yang dating akan mampu di selesaikan, hanya saja bagaimana ia memandang setiap cobaan yang datang sebagai sebuah musibah atau sebuah berkah. 
“ Allah menguji hamba-Nya sesuai kadar kemampuan hamba-Nya”
Dalam setiap cobaan kebanyakan akan berfikir bahwa itu adalah sebuah musibah. Pernahkah kita memandang pada sudut pandang lainnya? Apakah sebuah cobaan itu hadir hanya membawa musibah saja tanpa adanya hikmah? Apakah terlintas dalam benak kita bahwa cobaan itu sebenarnya teguran agar kita melihat sebuah hikmah?
Menghadapi cobaan dibutuhkan keikhlasan dan kesabaran. Mereka yang hebat akan memiliki amunisi keikhlasan dan kesabaran yang banyak, karena mereka yang hebat sudah siap menghadapi perang. Bukan hidup namanya jika tak ada cobaan sebagai bumbu kehidupan.
Allah punya rencana yang lebih indah dengan memberikan kita cobaan, walaupun cobaan itu bukan hal yang indah bagi kita. 

Solo, 17 Juni 2014