Welcome to Cerita Sobrina

Saturday, February 18, 2012

Sekolahku, perubahku

"Aku gamau masuk asrama bu" teriakku
" Kenapa gamau? Kan asyik di asrama, bisa mandiri"
" Tapi, aku gamau bu. Aku pingin pulang-pergi aja, tinggal sama ibu, buya, dan adik-adik" air mata telah membanjiri wajahku
" Mbak, kamu anak yang paling besar, ibu sama buya pingin ngasih yang terbaik. Kalo kamu kamu pesantren ilmu agamanya semakin bertambah, kamu juga pasti tambah mandiri, kamu harus dewasa, biar bisa kasih bimbing adik-adik. Bukan berarti ibu sama buya ga sayang, tapi saking sayangnya ibu juga harus ikhlas pisah sama kamu."
Aku hanya terdiam, sambil terisak aku berfikir. Ibu benar, aku memang anak paling besar, tapi aku belum bisa terima harus pesantren. Aku mau ngelakuin apa aja, tapi aku gamau pesantren. Aku belum bisa pisah jauh, apalagi harus ke gontor. Membayangkan jauhnya membuat aku semakin tidak mau, tiap detik, tiap waktu aku selalu berdoa setidaknya aku lulus di MAN Insan Cendekia BSD. Ya, aku memang mendaftar disana lewat jalur beasiswa, bersaing dengan 4500 peserta lainnya untuk merebutkan 250 kursi. Jika saja aku lulus disana, maka aku tidak harus pesantren di tempat yang jauh seperti gontor. Jarak IC dengan rumah hanya 10 menit, aku bisa minta dijenguk kapan saja. Hari nan ditunggu, aku berdoa semakin khusyuk, kutengadahkan kedua telapak tanganku. Jika Allah sudah berkehendak maka apapun akan terjadi, qada telah berkata aku tidak lolos di IC. Dengan begitu pasrah aku menerima, aku masih berharap ada keringanan dari orang tuaku. Berbagai sekolah aku survey, salah satunya SMAN 1 Muncul entahlah apa namanya sekarang, aku menyerahkan nilaiku untuk tes kelas akselerasi (percepatan).
Belum rezekiku, karena nilaiku kurang 4 poin. Hal itu membuat aku semakin pesimis. Ibu berniat mendaftarkanku di SMAN1 Bogor dan SMAN 6 Bogor. Tapi rupanya SMAN 1 Bogor baru saja selesai tes. Dua minggu sebelum aku tes di SMAN 6 Bogor, buya menawarkan aku sekolah di sebuah SMAIT, yang baru membuka untuk angkatan 1. SMAIT Insantama, itulah namanya, sekolah milik teman buya, yang sebagian gurunya adalah murid buya dulu. 
" Mba, mau ga sekolah di Bogor? Tapi asrama mba, bagus loh sekolahnya pake gamis" kata ibu
" Kalo pulang pergi ke rumah om is?"
" Gabisa mba, soalnya sekolahnya sampe sore, dan jauh"
" Gatau bu, nisa bingung" jawabku
Beberapa hari kemudian ibu menyodorkan sebuah brosur sekolah SIT Insantama, brosur berwarna hijau itu menampilkan foto siswa yang sedang bermain perahu arum jeram. Cukup menarik, tapi aku tetap belum siap asrama. Aku buka halaman-halaman brosur itu, dan ada sesuatu yang membuatku sejuk, melihat sepotong foto yang membuat aku nyaman. Hari demi hari aku meyakinkan diri, setiap hari aku buka potongan foto itu, dan perasaan nyaman itu tetap bersarang. Aku semakin yakin, walaupun aku gatau apapun tentang itu. Saat ibu menanyakan hal itu lagi, aku jawab insya allah mau. 
Suatu hari aku daftar disana, dan aku lihat langsung ke tempat itu. Sambbutan hangat dari seorang bapak yang bernama Ust.Muhibuddin, semakin membuat nyaman. Beliau adalah kepala Islamic Boarding School Insantama. Setelah melihat langsung, aku semakin mengikhlaskan dan membulatkan niat.

Hari ini,  aku resmi menjadi siswi sekaligus santriawati SIT Insantama. Bulir-bulir air mata tak henti jatuh dari kelopak mataku. Perpisahan dengan keluarga yang selalu ada di sisiku, membuat aku harus mengeluarkan air mata. Aku berkata sambil berjalan menuju kamar " Apa ini nyata? Apa ini bukan mimpi?".
Di kasur yang aku tiduri, aku tak pernah berhenti menitikan air mata, sesekali ku sms orang tuaku. Aku berusaha untuk berbaur dengan teman-teman yang rupanya tinggal di luar daerah. Aku merasa malu terus menangis, karena mereka pasti jauh lebih sedih dariku. Orang tuaku sesekali bisa mengunjungiku, tapi orang tua mereka terbentang jarak yang sangat jauh. Jadi, aku harus kuat! ^^

Setiap hari aku jalani, detik demi detik aku lalui, aku merasa nyaman disini. Sesosok orang yang aku lihat di foto itu rupanya ada disini. Subhanallah, hanya itu yang bisa kuucapkan.
Semakin lama aku semakin bersyukur, aku dapat bersekolah disini. Karena kini aku bukanlah anak kecil, kini aku telah beranjak dewasa. Kini aku sedang menjadi akar kecil yang siap menanti waktu untuk tumbuh besar. Disini aku semakin mengerti Islam, disini aku semakin dewasa, semakin sabar, semakin tau arti hidup. Kelak aku akan menjadi akar nan besar yang kokoh, yang tak terlihat wujudnya tapi terasa manfaatnya.

Disinilah aku menemukan sebuah perjuangan dan  pengorbanan. Saat aku menjalani LDK (Latihan Kepemimpinan Dasar) Bogor-Cianjur, LKMM (Latihan Kepemimpinan Manajemen tingkat Menengah) Desa Cibitung Kulon, dan kelak akan kami wujudkan LKMA goes to Malaysia. Amin. 

Satu hal lagi aku seorang pecinta musik, mungkin darah itu mengalir dari orang tuaku. Aku belajar musik secara otodidak, tapi aku sadar aku tidak bisa menyalurkannya karena ketaatanku pada hukum syara'. Di sekolah inilah aku menemukan salah satu pengalih musik, iya menulis! Kini aku sedang menulis, menulis dan berbagi pada semua. Tak hanya kisah biasa, tapi akan kujadikan tulisanku sebagai media dakwah. Tulisan adalah media yang sangat baik untuk berdakwah (begitu katanya). Dan saat aku tergabung dalam Club JAISH (Journalist Association of Insantama Senior High School). Bukan sekedar club jurnalis biasa, tapi inilah club jurnalis ideologis. Kini aku akan terbang menangkap seribu impian, dan aku tak akan pernah berhenti sebelum waktu yang menghentikannya.

Dedicated : Allah  is my God, Rasulullah, (Ibu Buya Nabila Farhan Fachry my love family), Mr. Muhibuddin, Mss. Fatimah, Mr. Farid Wadjdi yang sudah mengawali diriku untuk menulis, Ms. Eli, SIX SENSE, SAGACIOUS,JAISH, and other people.

No comments:

Post a Comment