Welcome to Cerita Sobrina

Friday, September 7, 2012

Harapan


“Harapan?? Kamu bilang masih ada harapan? Cukup, aku sudah lelah berharap padahal sesuatu itu tak pernah hadir. Kau bilang aku harus berusaha dan berdoa? Tak henti aku berusaha dan berdoa. Hasilnya? KOSONG tanpa hasil.”
Sendiri menyepi, tenggelam dalam renungan
Ada apa aku, seakan ku jauh dari ketenangan
Perlahan kucari mengapa diriku hampa
-sendiri menyepi Edcoustic-

Tak tahan aku menghadapi ini semua. Apapun yang aku lakukan terasa sia-sia. Aku Lara, hadir ke dunia dengan keadaan yang serba kurang. Kata mereka aku harus terus berusaha dan berdoa. Tapi, aku sudah lelah, tak hentinya aku lantunkan harapan dibarengi usaha tapi, tidak ada yang berubah. Kini, aku harus mencari dana untuk membiayai  ibu yang harus dirawat di rumah sakit, ibu divonis terkena TBC. Tak heran aku, rumahku sangatlah sempit, bahkan untuk membuat jendela sebagai tempat bertukar udara saja tak mampu. Ya, begitu tidak adilnya kami yang miskin ditempa penyakit yang mahal. Sedangkan mereka yang kaya raya tanpa penyakit bahkan kekayaannya semakin bertambah. Apakah ini takdir kami?
Tenang aja, kan ada biaya dari pemerintah bagi mereka yang kurang mampu. Senyumku mengembang lebar mendengarnya. Tapi, itu hanya mimpi yang begitu tinggi berbeda dengan kenyataannya. Biaya tersebut digunakan untuk membantu dompet  mereka yang sudah penuh dan semakin penuh. Inikah “Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”? Seperti yang tertuang dalam Pancasila sebagai dasar Negara? Keadilan yang diberikan oleh Negara tehadap rakyatnya? Sungguh “ADIL” sekali.

Berapa banyak dari mereka yang melakukan puasa daud karena tak punya uang untuk membeli makan? Berapa banyak anak kecil yang berkeliaran di jalanan, demi mendapatkan sekoin receh? Berapa banyak mereka yang terlantar di depan ruko-ruko hanya karena tak punya rumah untuk berteduh? Berapa banyak dari mereka yang berharap akan kehidupan yang layak? Apakah kalian tau, dengar, peduli? Wahai pemerintah, lihat, dengar, rasakan.
Hingga pada suatu hari, Lara tak sanggup menahan semua sesak yang memenuhi rongga dadanya. Ia berteriak di depan gedung pemerintahan meminta keadilan, apa yang ia dapatkan? HARAPAN.
Entah kapan harapan itu akan tercapai, Lara pun tak ingin memikirkannya lagi. Kini, ia sudah tenang di alam sana. Perjuangan membuat ia harus mempertaruhkan nyawanya untuk dirinya, keluarganya, dan sesama saudara yang merasakan kepahitan itu. Kini, Lara sudah tiada, hanya doa yang ingin dia persembahkan agar Islam kembali hidup di dunia. Membawa kesejahteraan di dunia bagi seluruh manusia. Menegakkan kebenaran di atas kalimat Lailahailallah….

No comments:

Post a Comment