Welcome to Cerita Sobrina

Wednesday, March 7, 2012

We are agent of change

We are agent of change


JAISH we have to, have to, have to dakwah
Then I need you, need you as my media
JAISH I need you, need you, need you so much
And I need you need you JAISH

(Love is you-Cherrybelle)

 HEYYYY… LOOK!! What’s that?? That’s violence !! STOOOOOOPPPPPP ………………
Don’t afraid, don’t be shy
Kita ini jurnalis, sadari, dakwahi
Marilah berbagi ………
*Kita Jurnalis, jurnalis, jurnalis
  Kita JAISH, JAISH, Jurnalis JAISH
(Beautiful-Cherrybelle)

Chibi,, chibi,, chibii.. haaaa…haaa..haaaa
Wah dari tadi kok potongan lagu Cherrybelle terus ya?? Mungkin sang penulis fansnya cherrybelle, mungkin juga sang penulis cuma hafal lagu cherrybelle. Eitttsss,, tapi kok lyricnya ada beda sih? Sebenernya ada apaaaaaa??? Apaaaaa yang salah???
Stop! Nah begini ceritanya kawan, pada suatu hari tepatnya hari Sabtu, 25 Febuari 2012 kami kelompok Cherrybelle, yang terbentuk dari Journalist Association of Insantama Senior High School (JAISH) melakukan investigasi. Pada episode ini kami dibagi kelompok dan diberikan tugas untuk berburu berita (bukan berburu hewan yaa!!). Nah kebetullan kelompok kami ini dapat tema tentang Violence (Kekerasan, grgrgrgrg). Waduh, akhwat kok temanya ngeri gitu, emang ga takut?  Apa yang harus ditakuti? Ada Allah kok, yang selalu jaga kita. ( Aziiikkk!!!)
Ehhh, ngomong-ngomong nyari berita apaan sih? Jadi, berhubung tema kami kekerasan jadi kami mencari data baik berupa foto, reportase, artikel, dll.
Perjalanan dimulai pukul 13.30, berangkat meninggalkan kawasan Insantama. Kami mulai menapaki jalan setapak. Dengan segera kami memutuskan daerah yang akan kami investigasi lebih dulu. Diputuskanlah target pertama yaitu Taman Topi, dengdengdengdeng (sound efek). Setelah turun dari angkutan umum, kami mulai menyusuri daerah taman topi. Terlihat banyak remaja yang memakai pakaian hitam, dan berpenampilan seperti rocker. Ketika baru tiba disana sudah ada beberapa laki-laki yang mengganggu, kami berusaha bersikap biasa. Jujur kami merasa takut, apalagi kami seorang akhwat. Pemandangan disana sungguh luar biasa mengerikan, banyak pasangan remaja yang duduk berdua, dan melakukan perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan. Niat awal kami ingin menyelidiki daerah taman topi yang banyak sekali remaja dengan penampilan seperti itu. Tapi, kami memutuskan untuk mencari tempat lain karena keadaan yang tidak aman. Akhirnya, kami berjalan disekitar pasar anyar, di tengah perjalanan sungguh tak kuasa aku melihat sebuah pemandangan yang menurutku adalah bentuk kekerasan. Kekerasan Negara pada rakyatnya, terlihat seorang lelaki yang berjalan menggunakan tangannya dan kepalanya sangat besar, orang tersebut terkena penyakit hidrosepalus. Rasa iba, bingung, sedih bercampur satu. Akhirnya kami membagi 2 bagian, aku dan kawanku menghampiri orang tersebut dan berusaha untuk berkomunikasi, tapi rupanya tak bisa. Orang itu tak dapat berbicara dan hanya dapat tersenyum. Ya Allah, berikanlah yang terbaik untuknya, jikalau tak kau berikan di dunia berikanlah di akhirat.
Kami susuri lagi jalanan pasar, ditengah sesak sumpek jalanan, kami tetap bertahan. Hingga akhirnya berhenti di masjid, dan menyusun rencana selanjutnya. Saat itu seorang ibu menghampiri kami menjajakan es the yang dijualnya. Kami pun membelinya, tanpa niat kami mulai bertanya-tanya tentang keadaan di sekitar taman topi, dan pasar anyar. Si ibu dengan senang hati menceritakan segalanya, bahkan sang ibu bercerita bahwa ia pernah mengislamkan seorang kristiani. Subhanallah, kami semakin kagum ketika sang ibu yang pensiunan guru itu, memilih untuk berjualan disekitar masjid agar tidak ketinggalan shalat jamaah, dan juga dapat mendengarkan majlis ta’lim. Perbincangan yang cukup lama ini akhirnya kami sudahi, kami bergegas pamit, dan beranjak dari tempat itu.
Perjalanan selanjutnya kami teruskan ke kantor polisi sebelah matahari department store, disana kami diajak untuk masuk ke ruang reskrim, wah berasa jadi tersangka aja. Tapi kami bangga, karena status kami bukan tersangka melainkan jurnalis, apalagi kami pake kartu pers yang nunjukin kalo kami jurnalis. Berasa keren gitu ( apa banget ya?). Disana kami bertemu seorang bapak muda Pak Ryan bagian penyidik, berbagai info kami dapatkan. Diantaranya adalah bahwa daerah pasar anyar dan taman topi jarang terjadi kekerasan, itu berdasarkan data laporan yang masuk. Tapi, yang ga ada laporan yah, wallahu alam. Selain itu tingkat kekerasan di Bogor, seperti tawuran tidak terjadi. Dan saat ini solusinya adalah hanya penjagaan saja, jika ada laporan baru diselesaikan.
Setelah berbincang cukup lama dengan beliau kami dipertemukan dengan Pak Maulana yang menangani langsung tindak criminal di lapangan. Berbincang-bincang dengan beliau membuat kami semakin tau keadaan lapangan. Bahkan, beliau menawarkan kami untuk ikut terjun langsung ke lapangan. Waduh, pak ingin rasanya namun tak bisa (^^v). Dan akhirnya aku simpulkan bahwa kekerasan itu ada dua.
1.       Kekerasan fisik : kekerasan berupa kontak langsung (pemukulan, dll)
2.       Kekerasan mental : kekerasan berupa kontak tak langsung tapi melalui mental (kekerasan pemerintah pada rakyat kecil, yang tidak mampu, yang ditekan secara materi)
Oleh karena itu kita sebagai remaja penerus harus melakukan yang terbaik, yang distandarkan pada hukum Allah, melalui Al-Qur’an dan As-Sunah. Remaja yang akan menjadi agent of change, sang perubah dunia. Bukan remaja pembebek, yang saat ini sangat memprihatinkan. Tapi jadilah remaja seperti Muhammad Al-Fatih, yang tangguh, optimis, dan yakin akan kemenangan ISLAM. Bukan remaja yang tak peduli lagi dengan agama, dan hanya sekedar agama keturunan.
Mari kita ledakkan gaung Islam di dunia, gaung Islam nan sempurna. Dengan menjalankan perintah Allah 100%. We must to do the best, and be the agent of change. Alhamdulillah, Luar biasa, Allahu akbar, Yes!!!  (JAISH Moment)

~seruni aqila al-haq~

No comments:

Post a Comment