Welcome to Cerita Sobrina

Monday, October 8, 2012

Menangislah

Menganggap menangis adalah hina, tanda lemahnya seseorang. Bangsa Yahudi marah ketika anaknya menangis. Itu mereka katakan penyebab tidak mampu melawan musuh-musuhnya. Orang tua Jepang marah kepada anaknya jika mereka menangis karena dianggap tidak tegar menghadapi hidup. Menangis hanya dilakukan oleh mereka yang tidak punya prinsip hidup.

Kesadaran membawa manfaat dunia dan akhirat. Kondisi hati tidak pernah stabil, terbolak balik menuruti keadaan. Saat bahagia, hati gembira. Saat dilanda musibah, banyak yang putus asa bahkan berpaling dari kebenaran. Apa salahnya menangis jika dengan menangis manusia menjadi sadar akan kelemahan dirinya, saat tiada lagi yang sanggup menolongnya dari keterpurukan selain Allah SWT? Bagi seorang Muslim Mukmin, menangis merupakan buah kelembutan hati, pertanda kepekaan jiwa terhadap peristiwa yang menimpa dirinya maupun umatnya.

Rasulullah Saw meneteskan air matanya ketika ditinggal mati oleh anaknya, Ibrahim. Abu Bakar Ashshiddiq Ra digelari oleh anaknya Aisyah ra sebagai "Rojulun bakiy" (Orang yang selalu menangis), senantiasa menangis sampai dadanya bergolak manakala sholat di belakang Rasulullah Saw, saat mendengar ayat-ayat Allah. Abdullah bin Umar suatu ketika melewati sebuah rumah yang di dalamnya ada sesorang sedang membaca Al Qur'an, sampai pada ayat:

"Hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam" (QS. Al Muthaffifin: 6).


Saat itu juga beliau diam, berdiri tegak, dan merasakan betapa dirinya seakan-akan sedang menghadap Robbnya, kemudian beliau menangis.

Betapa Rasulullah Saw dan para Shahabat benar-benar memahami dan merasakan getaran-getaran keimanan dalam jiwa mereka. Lembutnya hati mengantarkan mereka kepada derajat yang tinggi sebagai hamba Allah yang peka.

Ada tujuh golongan manusia yang mendapatkan naungan pada hari tiada naungan kecuali naungan Allah. Salah satunya adalah orang yang berdoa kepada Robbnya dalam kesendirian kemudian dia meneteskan air mata. Mukmin sejati akan menangis dalam kesendirian kala berdo'a kepada Tuhannya. Ia sadar betapa berat tugas hidup yang harus diembannya.

Sulit meneteskan air mata, berdo'a sendirian, jika hati tidak lembut. Manusia dalam kesendiriannya justru malah melakukan maksiat, bahkan saat sendiri di dalam kamarnya.

Pada gemerlap dunia, seorang Mukmin senantiasa menjaga diri dan hatinya, menjaga kelembutan dan kepekaan jiwanya. Dia akan meneteskan air mata demi melihat kehancuran umatnya, perhatian dan kesedihannya begitu mendalam, dan menjadikannya orang yang tanggap terhadap permasalahan umat.

Tidak mungkin seorang Mukmin senang dan suka ria ketika tetangganya mengalami kesedihan, ditimpa berbagai ujian, cobaan, dan fitnah. Ia akan sigap membantu meringankan segala beban saudaranya. Ketika ia tidak mampu menolong dengan tenaga ataupun harta, dia berdoa, memohon kepada Tuhan semesta alam.

@@@@@@@

Menangis merupakan bentuk pengakuan terhadap kebenaran.

"Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri) seraya berkata: "Ya Robb kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur'an dan kenabian Muhammad)" (QS. Al Maidah: 83).

Ja'far bin Abdul Mutholib membacakan surat Maryam ayat ke-16 hingga 22 kepada seorang raja Nashrani (Raja Habasyah) yang bijak. Demi mendengar ayat-ayat Allah itu, bercucuranlah air mata raja Habasyah. Ia membenarkan kisah Maryam dalam ayat tersebut, mengenal kebenaran itu dan hatinya yang lembut menyebabkan matanya sembab kemudian menangis. Orang yang rindu kebenaran, ia benar-benar merasakan kebenaran itu dan ia pasti menangis.

Tetapi yang keras hati, sulit menangis saat dibacakan ayat-ayat Allah. Bahkan ketika datang teguran Allah, ia justru tertawa atau berpaling dari kebenaran. Karena itu, sehebat apapun bentuk penghormatan seorang tokoh munafik, Abdullah bin Ubay bin Salul, kepada Rasulullah Saw, sedikit pun tidak mempengaruhi hatinya. Ia tidak peduli ketika Allah SWT mengecam mereka dan menyebutkan keadaan mereka saat di akhirat nanti,

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan neraka yang paling bawah. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi mereka" (QS. An Nisa': 145).

Seseorang yang belum pernah menangis, maka menangislah saat membaca Al Qur'an, menangislah ketika berdo'a di sepertiga malam terakhir, menangislah karena melihat kondisi umat yang terpuruk, atau tangisilah dirimu karena tidak bisa menangis ketika mendengar ayat-ayat Allah. Saat-saat seperti itu dapat melembutkan hati, menjadi penyejuk, penyubur iman dalam dada.

Ingatlah hari ketika manusia banyak menangis dan sedikit tertawa (karena dosa-dosanya).

"Maka mereka sedikit tertawa dan banyak menangis, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan" (QS At Taubah: 82).

By : Islisyah Asman

No comments:

Post a Comment